Pencapaian Menulis

Juli 16, 2015

Sejatinya hidup adalah lahan untuk senantiasa berbuat, meski perbuatan itu harus bermakna negatif atau negatif. Untuk itulah kurang afdhal rasanya jikalau saya tidak memulai mengekspresikan hidup ini—utamanya melalui tulisan. Berbicara masalah ekpresi, sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan: membaca, berbicara, berpidato, berorasi dan yang paling saya gemari dari kesemua hal itu ialah menulis. Saya sendiri agaknya terlampau lupa bagaimana ihwal saya bisa menyukainya. Yang jelas, saya cukup bangga sekaligus bahagia bisa duduk bersama deretan penulis lainya. Kebanggaan itu bukan berarti saya telah mencapai atau telah meraih puncak yang saya harapkan, namun terlebih kepada niat (awal) yang sama dengan para penulis—ingin menulis.

Soal bagaimana kelanjutannya, saya dan beberapa penulis mungkin berbeda. Satu di antara beberapa hal yang membuat beda ialah konsistensi. Saya sangat menyadari kekurangan saya dalam bidang tersebut. Dan untuk sementara ini, rasanya masih sulit bagi saya untuk menemukan obat yang mujarab. Namun yang jelas, saya pastikan hal ini tidak akan saya biarkan berlama-lama. Sebab, benak saya sedikitpun tidak menyukainya. Malahan, di balik inkonsistensi diri saya, saya merasa hancur. Oleh karena itu, tak akan saya biarkan lama-lama.

Dalam menulis catatan ini, sebenarnya saya terinspirasi oleh catatan Cak Masduri—sosok yang pernah saya ceritakan waktu lalu. Hal itu bermula saat saya membuka akun facebook saya. Saya sengaja melihat atau dalam istilah gaulnya (stalking) facebook dari senior saya—Junaidi khab. Saya men-stalking statusnya di tahun 2012. Secara kebetulan saya melihat catatan Cak Masduri nongkrong di lini masa-nya. Catatan itu ialah berupa hasil pencapaiannya di tahun 2012 yang tentu saja berupa tulisan-tulisannya yang dimuat di media massa, baik nasional maupun lokal. Luar biasa, dalam setahun aja ia berhasil mempublikasikan 116 karya.

Uniknya, di balik pencapaiannya itu ia juga merasakan masalah yang kerap saya alami (kembang-kempis dalam menulis). Akhirnya saya sadari, bukan hanya saya saja yang mengalami kesusahan itu. Namun siapapun, bahkan tak menampik kemungkinan penulis profesional sekalipun. Hanya, mungkin seberapa besar kita melawan rasa inkonsisten itu.

Berbicara masalah yang lain, saya dibuat terperangah oleh beberapa pencapaian teman. Ridha Tantowi, berhasil menuntaskan karyanya di koran SINDO (Poros Mahasiswa). Ika Tusiana, dua kali berhasil menuntaskan karyanya di koran Harian Bhirawa. Sementara itu teman sekelas saya, Fauzan Atsari, berhasil mengabadikan karyanya yang berbentuk riset di kampus UIN Sunan Ampel Surabaya. Akhirnya, saya hanya bisa senang sekaligus sedih dengan pencapaian itu. Sebab, saya belum juga bisa berkarya seperti mereka. Saya masih tenggelam dalam lautan malas. Akhirnya saya ucapkan selamat se-dalam-dalamnya di catatan ini. Semoga saya bisa menyusulnya segera. Aamiin.

Bojonegoro, 13 Juli 2015.

You Might Also Like

6 comments

  1. Hey look! There's no error on your blog. Arghh, it totally works well -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iya broo :D sorry ane kan masih newbie jadi ya ndak tau -_-

      Hapus
  2. kayanya di blog ini juga salah satu pencapaian lo bro
    tinggal kepakan sayap aja hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe siaap broo :D makasih udah nyempetin berkunjung ke blog ane hehe

      Hapus
  3. mungkin maksudnya bermakna negatif atau positif kali ya kang. dengan ada blog untuk enulis juga pencapaian yang positif

    BalasHapus

Popular Posts

Disclaimer

Laman blog yang tengah Anda kunjungi ini memuat berbagai pemikiran, pandangan, pengalaman, bahkan perasaan pribadi dari penulis. Segala tindakan tersebut jika dirasa bermasalah disarankan agar dapat diselesaikan secara musyawarah kepada yang bersangkutan.

Flickr Images