Kesan-Kesan terhadap Keluarga KKN
April 13, 2017
(Sebuah memoar seputar KKN 08 Kedungjati Balerejo Madiun tahun 2016)
Dokumentasi foto ketika selesai kegiatan 17 Agustusan di Balai Desa Kedungjati Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun |
Kegiatan Kuliah Kerja Nyata sudah dipastikan purna sejak pertengahan 2016 lalu. Namun, kesan dan aroma kekeluargaan, kian mengucur hingga sekarang. Padahal jika menelisik lagi mula-mula keluarga kecil ini bertemu, tampaknya akan sangat jauh persepsi positif yang terbangun. Dahulu saya menganggapnya cuek, acuh dan benar-benar tak peduli. “Ah, ini soal formalitas memenuhi tugas perkuliahan saja!” tukas saya saat itu.
Namun, setelah sekira sebulan mengalami suka duka bersama, memahami satu sama lain, hingga merasakan beberapa perasaan yang sama, saya seolah dihinggapi perasaan candu kepada mereka semua. Ya, mereka yang terhimpun dalam keluarga KKN 08 Kedungjati, Balerejo, Madiun tahun 2016. Mungkinkah mereka semua mengalami perasaan serupa dengan yang saya alami? Entahlah. Tapi di ruang yang amat terbatas ini, saya ingin menguraikan kesan saya kepada para dedengkot yang merecoki dan mewarnai hari-hari saya selama mengabdi.
Supaya adil, saya akan membahasnya berdasarkan urutan abjad. Begitu.
Ahmad Abdulah Rosyid
Ocid sedang merenungkan sesuatu. Apapun yang derenungkannya, sepertinya bukan skripsi. Eh! |
Selama
KKN berlangsung, Ocid menunjukan hal yang berbeda dengan asumsi saya selama
ini. Ternyata ia memiliki sense of humor yang tinggi. Terbukti dari
beberapa joke yang ia lontarkan, saya kadang dibuatnya ngakak
habis-habisan. Pandangan lain tentangnya ialah soal kepedulian. Karena dulu
saya dengannya tidak pernah mendapat kesempatan bersama, maka saya beranggapan
bahwa dia adalah sosok yang cuek dan tak pedulian. Namun anggapan itu keliru.
Ia ternyata jauh lebih peduli daripada yang saya bayangkan.
Lelaki
ini sangat gemar dengan dunia fotografi. Berkali-kali hasil jepretan yang ia
lakukan, mampu memukau saya yang juga—sebenarnya—memiliki perhatian khusus di
dunia fotografi. Mungkin di ruang ini, saya ingin mengucapkan maaf dan terima
kasih padanya. Maaf karena pernah berasumsi keliru, dan tentu saja, terima
kasih untuk satu bulan yang memukau. Semoga kelak kita bisa bertemu di titik
sukses masing-masing, ya bro! Hehe.
Ahmad
Deni Saputra
Deni sedang mengangkat replika piala Oscar yang berbentuk ayam. Untuk level kelucuan, ehm, 75 kali ya! |
Entah
mengapa, semua mengalir begitu saja. Dan selalu saja ada bahan untuk kami
lakukan menjadi hal lucu dan unik. Mulai dari mengukur tingkat lucu, hingga
membayangkan hal yang tidak-tidak. Namun jangan dikira sosok yang saya bahas
ini orangnya serampangan. Salah besar! Justru dari kejenakaannya itu, tersirat
sebuah sikap yang sistematis, tegas dan highly intellectual. Dan yang patut
membikin kening mengkerut ialah, ternyata ia salah seorang yang pernah berada
di pucuk tertinggi kepemimpinan IPNU UINSA.
Deni
juga mengajari saya banyak hal, utamanya seputar idealisme dan ketegasan
bersikap. Setidaknya itu tercermin saat saya berdiskusi dengannya seputar
masalah tertentu. Apalagi ketika satu bulan berlangsung, sosok ini juga
terlihat dominan saat kelompok kami menentukan kebijakan tertentu. Semoga kelak
kita bisa berkesempatan memikirkan nasib bangsa, bareng ya, bro! Dengan sudut
pandang yang lucu-lucu, tentunya. Hehe. Dan mohon maaf atas kesalahan saya yang
tak terlihat dan terlihat. Terima kasih untuk hal-hal yang luar biasa. (Ehm,
iki tingkat kelucuane piro, Den? Haha).
Ahmad
Fahmi Wildani
Fokus ke bagian paling kanan ya! Haha. Pak Kordes sedang memainkan bakatnya. Hrrrr Tarik maaaang.. :3 |
Ia
adalah sosok yang tak pernah bisa jauh dari kacamata. Level semesternya juga
jauh lebih tinggi dari mayoritas mahasiswa di kelompok kami. Maka tak heran
jika ia terpilih menjadi Kordes (Koordinator Desa) keluarga kecil kami.
Kedewasaannya yang kadang membikin saya kagum. Tapi meski menjadi pihak yang
saya anggap dewasa, bukan berarti ia cenderung kaku dan lurus. Sebaliknya. Ia
mampu membikin forum pecah oleh candaan yang di luar dugaan. Biasanya kami para
lelaki: orang yang kesemua berawalan Ahmad, memang kerap menggaungkan humor di
sela apapun. Dan Cak Wildan ini yang menjadi salah satu promotornya.
Selama
memimpin kami semua dalam jangka sebulan, saya melihat ia mencoba mengayomi
kami semua—meski tak menutup kemungkinan masih ada celah. Ia juga menjadi orang
yang cepat beradaptasi dengan sekitar. Bahkan sering saat saya kesulitan
berbaur dengan orang-orang baru, saya ajaklah Cak Wildan ini. Lelaki yang lihai
bermain futsal ini cakap sekali dalam berwira usaha. Terbukti, ia mendirikan
angkringan yang kerap ramai oleh penikmatnya.
Ahmad
Hidayatullah
Garang kan? Tapi jangan salah. Di balik itu, dia pribadi yang lembut wkwk. Buat ladies, hati-hati disepik ckck |
Lelaki
yang segera beranjak dari remaja ke fase dewasa ini, sekilas terlihat garang.
Hal itu bertambah saat ia mengendarai motor yang serupa digunakan di film Anak
Jalanan. Tapi jangan salah, ternyata ia juga menyukai humor dan justru sama
sekali tak terlihat kaku, saat kita berkenan mengenalnya dari dekat. Sosok ini
mampu berbaur kepada sekitar dengan cepat, meski belum bisa berbicara dengan
bahasa Jawa.
Jangan
salah, ia juga menjadi salah satu petinggi di kampus. Kalau tidak salah ia juga
menjabat sebagai Ketua Sema. Tapi entah untuk fakultas mana, saya tidak tahu
rincinya. Pada waktu berkenalan, saya mengira sosok ini akan sangat garang.
Namun asumsi saya keliru. Dan justru ia menjadi salah satu orang yang saya dekati
saat masa mengabdi berlangsung. Kami biasanya kerap bercanda seputar salah satu
pemudi di Desa Kedungjati. “Saya kayanya mau selesai KKN duluan boy. Mau ke
Malang. Nemuin Icha,” katanya suatu hari. Dan itu membikin saya ngakak.
Padahal kenal lebih jauh sama Icha saja tidak pernah, haha.
Lelaki
asal Probolinggo ini cukup mengajarkan saya arti respek. Saya menangkap sinyal
bahwa ia orang baik dan mudah menempatkan diri di ruang yang baru. Dan tentunya
dengan kesantunan dan kesopanan tertentu. Meski juga ia tidak terlalu bisa
bahasa Jawa, tapi ia begitu terlihat berusaha memahami komunikasi kami semua.
Hehe. Di titik ini, saya juga ingin mengucapkan maaf dan terima kasih padanya.
Maaf atas hal-hal yang pernah melukai, dan terima kasih atas pelajaran yang
berharga. (P.S. Persaingan kita menuju Malang, tetap abadi, lho bro. Meski KKN
usai. *Eh)
Auliya
Nur Astiyani
Mbak Aul (kanan memakai kerudung pink). Dari pose dan senyumnya, sepertinya dia tidak sedang mencoba memainkan tarian "Ada cintaaa"... Hahaha |
Kami
biasanya memanggilnya Mbak Aul. Sosok yang begitu semangat seputar dunia
memasak dan kegiatan lainnya. Sebenarnya, sebelum KKN ini pun, kami pernah
menjalani program di kelas yang sama, yakni kelas S Intensif Bahasa Arab.
Namun, kedekatan dulu berbeda dengan kedekatan saat KKN berlangsung. Di benak
saya, ia adalah orang yang begitu care terhadap sesama. Saya pernah
waktu perjalanan pulang dari KKN, berboncengan dengannya, dikasih permen Yuppi
dan ia rela membukakan bungkusnya untuk saya. (Ya iyalah, orang juga saya lagi nyetir
wkwk -_-)
Hal
yang tidak membuat saya lupa ialah, ketika dia dan Mbak Ayu KS memperagakan
gaya tarian eksperimental. Dengan tangan digerakkan menyerupai bentuk love,
mereka begitu ciamik. Itu cukup mampu membuat saya merasa geli dan
terpingkal-pingkal. Semua orang di kelompok kami tahu, ia sudah memiliki
pasangan saat prosesi KKN berlangsung. Namun dengan deklarasi bujang, akhirnya
ia berkenan juga melafalkan itu. Yeay KKN Bujang!
Sebenarnya
masih ada banyak hal yang ingin saya tanyakan dan lakukan. Namun karena waktu
yang terbatas, kebersamaan kami harus terjeda. Meski begitu, banyak kesan yang
telah kami himpun dalam catatan masing-masing. Oh ya, Mbak Aul, saya minta maaf
ya. Dan terima kasih atas satu bulan yang bermakna. Semoga setelah KKN, label
Bujang ndak dipakai terus, ya! Bahaya. *eh
Aunur
Rofiqoh
Jika
ada yang mau menyeksamai banyak hal seputar India, mungkin saya akan
menyarankan untuk berguru lebih jauh kepada Mbak Aunur. Sebagai mahasiswi yang
mengambil jurusan Politik Islam, justru saya prefer menganggap ia adalah
duta dari India. Aneka film, music, dan berbagai ornamen perihal India, ia
kenali betul. Hal yang mengesankan dari sosok ini adalah, ia mau dan mampu
bergaul dengan berbagai kalangan. Tak melulu tertentu saja.
Saya
berguru seputar menjalin relasi dengan semua pihak. Dan dengannya pula, saya
sedikit demi sedikit terkontaminasi oleh film India. (Hayo Mbak Aunur
tanggung jawab!). Di samping itu ia adalah pribadi yang tekun dalam beribadah.
Selama KKN, saya kerap menjumpainya membawa Al-Quran, dan membacanya di Shofa
ruang tengah posko kami. Kadang saking religiusnya, tak jarang ia terlihat
tertidur di shofa dalam keadaan masih mengenakan mukenah.
Selain
itu, yang kelak saya tahu, ternyata Mbak Aunur ini masih berbau keluarga dengan
teman sekelas saya. Banyak hal yang harusnya bisa saya pelajari dari sosok ini.
Namun karena waktu terbatas, akhirnya saya cuma bisa mengenang pelajaran yang
sudah-sudah. Mungkin jika Tuhan memberi izin, saya ingin nanti bisa dapat
kesempatan belajar hal-hal lainnya yang tidak saya ketahui. Mbak Aunur, saya
mohon maaf ya, atas kelakuan saya selama ini. Terima kasih telah memberikan
banyak hal. I will never forget it.
Cak
Wildan, biasanya memanggilnya dengan sebutan Boom. Saya tidak tahu apa
musababnya. Tapi yang kerap saya lakukan, biasanya saya memanggilnya dengan
Mbak Ayu L. Huruf di belakangan Ayu, menjadi pembeda siapa yang saya panggil.
Maklum, mayoritas anggota kelompok saya bernamakan Ayu. Dan untuk membuat
spesifik, maka Mbak Ayu L memperkenalkan diri untuk dipanggil Ayu L.
Ayu
Indah Lestari
Mbak Ayu L ini tidak sedang menyanyi apalagi mengaji. Ia tengah menjadi instruktur dalam Pelatihan Pembuatan Produk Olahan Kulit Pisang Keren kan.. |
Ia
adalah sosok yang mudah berekspresi. Rasanya mungkin dia adalah orang paling
percaya diri, yang pernah saya kenal. Apa yang dirasa jelek, ia sampaikan
jelek. Yang baik, disampaikan juga baik. Saya kira sikap tersebut memang perlu
ada di benak orang-orang, agar tidak ada kepura-puraan. Meski tentunya tak
semua orang siap dengan kejujuran itu. Mengenang Mbak Ayu L, berarti juga
mengenang aroma Sunda. Maklum, ia bilang pernah tinggal di sana dan cukup tahu
banyak hal-hal yang berbau Sunda.
Ketika
tulisan ini selesai diketik, ia telah purna statusnya sebagai Mahasiswa. Hebat!
Dalam jangka waktu cuma 7 semester (atau 3,5 tahun) saja ia selesaikan kewajiban akademik. Sesuatu yang
rasanya mustahil saya lakukan saat ini. Oh ya saya lupa. Ia tergolong manusia
berkemampuan khusus, yakni bisa melihat yang tak terlihat. Pernah di Madiun, ia
melihat sekelompok anak kecil. Dan sialnya saya melihat juga. Haha. Meski
demikian, bisa bersama dengannya adalah kenangan yang tak bisa dilupakan.
Semoga kita semua disegerakan menuju level sukses ya mbak! Maaf atas kekurangan
saya. Dan terima kasih telah berbagi banyak hal.
Ayu
Kartika Sari
Kan, kelihatan ceria. Kalau dalam bahasa sehari-hari mungkin begini: Di luar tatak! Dalemnya Kratak.. Haha |
Jika
sosok yang saya bahas di atas adalah seorang teman dengan sebutan Ayu L, maka
yang ini cukup memberikan akhiran KS saja. Penyebutan KS di akhir menegaskan
bahwa nama lengkapnya Ayu Kartika Sari. Dahulu saya sempat salah tafsir ketika
menganggap ia beralamat Sidoarjo. Namun belakangan ia memberi tahu saya bahwa
ia asli dara Driyorejo – Gresik. Mbak Ayu KS, di mata saya adalah pribadi yang
jarang terlihat sedih. Bahkan saya menghitung, selama satu bulan mengarungi
kebersamaan di kelompok, ia cenderung ceria dengan gaya senyumnya yang khas.
Membincang
sosok satu ini, membikin saya teringat gerakan tangannya yang menyerupai love
saat lagu “Ada cinta, yang tak biasa…” diperdengungkan. Benar, Sikap yang telah
saya bahas di atas di sesi menulis soal Mbak Auliya. Dan lagi, ketika mengingat
tentangnya, ingatan saya tertuju soal Korea. Dulu, ketika kebetulan dalam satu
forum, ia mencoba meyakinkan lawan bicaranya. Bedanya, ia gunakan kata Korea.
“Cincaa” katanya. Lalu kadang ia juga mengucap “Arasoo”. Karena waktu itu saya
bingung, saya jawab dengan kata Madura. “Arapaa”, kata saya tak kalah semangat.
Ayu
KS membikin saya belajar banyak. Setidaknya, saya kagum dengan caranya
menyembunyikan kesedihan, hingga yang terlihat selalu keceriaan. Hal yang
teramat kontras dengan saya pribadi, di mana benar-benar tidak bisa menahan
sebuah ekspresi. Saat marah, ya marah. Saat sedih ya sedih. Tidak bisa kemudian
saya berkamungflase dari sedih menuju bahagia. Untuk itu, mungkin jika ada
waktu untuk bersua kembali, saya akan belajar how to be happy every day.
Haha. Maaf atas kelancangan saya ya mbak! Terima kasih telah memberi arti dan
kesan tersendiri bagi saya. Ini cincaa lho!
Ayu
Nur Wulan Isma Agustin
Jika
tadi saya menyebut mayoritas anggota perempuan di kelompok bernama Ayu, maka
sosok ini menjadi salah satunya. Namun yang membedakan, teman-teman
memanggilnya Mak Yaya. Yaya di sini mengacu nama panggilan dari Raisa. Tapi
saya tidak tahu kenapa kemudian teman-teman memanggilnya Mak. Entah karena dia
bisa menikmati peran sebagai emak-emak, ataukah memang ada hal lain. Yang jelas,
orang-orang memanggilnya begitu. Tapi tidak dengan saya. Saya tetap
memanggilnya Ayu dengan K. Ayuk. Biar spesial, *eh. Haha.
Jika
saya boleh menyebut, sejujurnya Ayuk adalah orang terdekat saya sewaktu KKN.
Beberapa hal, kadang saya mesti membuatnya repot: misal ketika uang saya habis,
saya terpaksa pinjam dia duluan. Haha. Jalinan kami begitu dekat karena memang
saya telah mengenalnya jauh sebelum KKN. Dia adalah teman sejurusan dan sekelas
saya. Di samping itu, dia juga berada dalam bimbingan dosen wali yang sama
dengan saya. Tak hanya itu. Bahkan, ketika saya mengetik tulisan ini, Ayuk dan
saya di bawah bimbingan skripsi dosen yang sama! Wow! Membincang Ayuk, sama
halnya membincang ketulusan. Saya melihat dari sorot matanya ia begitu tulus
sewaktu membantu seseorang. Bahkan saking tulusnya sampai-sampai, jika ada hal
tak beres dengan temannya, ia menjadi yang terdepan marah-marah. It’s kind
of giving attention totally.
Oh
ya, dia memiliki selera musik tinggi. Dan belakangan saya juga tahu bahwa ia
mempunyai selera baca yang luar biasa. Setidaknya, ketika ada berita terbaru,
ia akan segera mengakses dan membaca berita tersebut melalui ponsel pintarnya.
Di samping itu, ia juga pribadi yang unik. Unik karena ketika tengah mengalami
kesalahan atau hal-hal tertentu, wajahnya akan merah padam. Wkwk. Peace
mak! Di Madiun, dia cukup membuat saya belajar arti ketulusan terhadap teman.
Rasanya, saya juga ingin berterima kasih padanya. Terima kasih karena telah
rela menjadi orang yang sering saya repoti selama KKN. Dan maaf juga karena
selama ini saya selalu menjadi beban. Keep going on mak! Jangan lupa skripsi
digarap. *eh.
Ayu
Purwaningsih Utami
Gadis
yang saya bincang berikutnya ini berasal dari Kota Bumi Wali, Tuban.
Teman-teman memanggilnya Ayu Pur. Khusus Cak Wildan, ia memanggilnya dengan
ndut! Entahlah. Sebagai panggilan kesayangan mungkin. Ckckck. Ayu Pur mengambil
Prodi yang sama dengan Mbak Aunur, di Politik Islam. Dara yang berkulit putih
ini sekilas di mata saya, terlihat sebagai sosok yang kalem. Namun, ketika
sudah berada di fase “lucu-lucuan” ia akan menjadi sosok yang lepas dan
menambah riuh kebersamaan kelompok.
Oh
ya, yang paling saya ingat tentangnya ialah ketika memanggil saya dengan
sebutan Haikal. Sebutan itu dipopulerkan oleh sekelompok bocah di Madiun. Makna
Haikal sendiri sebetulnya mengacu pada nama karakter yang berperan di sinetron Anak
Jalanan. Di samping itu, saya melihat dia sebagai pribadi yang penuh
analitis. Hal itu tampak saat ia duduk dan mengamati sesuatu. Sehingga kadang,
ketika ada momen untuk ngobrol, saya ajak ia untuk ngobrol
sesuatu yang lain daripada yang saya ucapkan dengan teman lain.
Oh
ya, dia juga memiliki karakter tersendiri saat tertawa. Kadang, caranya tertawa
itu juga menunjukan bahwa apa yang dianggapnya lucu memang benar-benar lucu.
Bukan sesuatu yang hampir lucu atau setengah lucu. Tapi benar-benar lucu.
Sehingga saya belajar tentangnya soal totalitas. Ya, mungkin seumpama waktu KKN
diperpanjang, saya akan lebih mengenalnya lagi. Namun karena tidak, ya, saya
mencoba mengucapkan permohonan maaf dan ucapan terima kasih dari sini. Maaf
karena mungkin saya berbuat sesuatu yang tidak sesuai. Dan terima kasih telah
menjadi pribadi yang menginspirasi. Sukses selalu, ya mbak! Amprrr. *eh.
Azimatut
Diniyah
Ia
menjadi satu-satunya perwakilan dari Jurusan Psikologi di kelompok kami. Biasa
dipanggil Azima atau Zima. Bukan Din atau Diniyah. Gadis yang kerap memakai
kacamata ini, belakangan menjadi partner saya dalam menyelesaikan
laporan. Waktu itu memang kelompok kami membuat kebijakan dibentuk kelompok
laporan. Anggotanya terdiri dari saya, Deni dan Mbak Azima. Secara khusus,
Azima dipilih teman-teman karena latar belakangnya yang juga pernah membikin
penelitian.
Jika
mengingat Azima, saya jadi terpikirkan perihal bagaimana mambaca seseorang.
Membaca di sini maksudnya menganalisa orang tersebut berkepribadian apa,
bersikap bagaimana dan seterusnya. Pernah begitu, ia membaca orang-orang di
kelompok kami. Dan ternyata kebanyakan analisanya sesuai dengan apa yang
dilihatnya. Kemudian, saya juga tak lupa ingin menyebut kebiasaan dari wanita
berdarah Lamongan ini. Entah mengapa, saya juga mengamatinya sebagai pribadi
yang kerap melontarkan kata: “Yakin”, “Sumpah” dan sebagainya. Intinya hal-hal
yang menjurus pada sesuatu yang bersifat meyakinkan.
Lebih
daripada itu, Mbak Azima membikin saya takjub dengan seni mengelola manusia. Ia
cukup piawai memosisikan diri ketika orang-orang ingin bercerita atau sekadar
berkonsultasi padanya. Entahlah. Sikap itu lahir secara alamiah atau memang
karena latar belakangnya yang bersinggungan dengan Psikologi. Tapi terus
terang, saya selalu mengaguminya sampai saat ini. Kagum karena ia selalu bisa
menjadi teman bagi semuanya. Oh ya, di titik ini saya juga mau memohon maaf
sekaligus berujar terima kasih. Maaf karena lisan saya yang kurang terkontrol,
dan terima kasih telah memberikan arti yang tak terhingga. See you on top,
sister!
Balqis
Al Mumtahanah
Jangan lihat lama-lama ya gaes. Bikin diabetes nanti, eh! Sepertinya Balqis berpikir: "Ah kapan ya skripsi selesai. Eh" |
Gadis
periang ini sering dipanggil Nceese (baca: Ncis). Rupanya panggilan itu
berawal dari keluarganya yang dulu sering melontarkan kata Ncis merujuk pada
namanya Qis. Di awal pertemuan saat selesai pembagian kelompok KKN, saya
cenderung melihat dia sebagai orang yang kelewat cuek dan tak peduli dengan
apapun. Namun persepsi saya keliru saat merasakan proses bersamanya satu bulan
penuh. Justru saya pikir, ia adalah orang yang amat humble, rajin dan
sering memakai gincu, eh maksudnya pribadi yang religius.
Sewaktu
KKN, ia menjadi incaran banyak dari kami (kaum lelaki). Tentu maksudnya untuk
lucu-lucuan semata dan sebagai upaya untuk bisa mengakrabkan diri. Yang
membikin takjub, ia adalah alumnus Pondok Madani Gontor. Ia paham betul soal
agama dan pandai berbahasa Arab. Kadang, saya juga dibikin speechless
saat ia membalas ujaran saya dengan bahasa Arab. Bahkan saking luwesnya memakai
bahasa Arab, saat berbincang dengan teman yang mengunjunginya, ia gunakan
bahasa yang dipakai Al-Quran itu.
Sosok
Balqis sangat berkesan di benak saya. Sering saya bully dia semata untuk
melihat reaksinya ketika berhadapan dengan persoalan tertentu. Oh ya saya juga
lupa. Sosok ini juga pandai membikin mural atau sejenis lukisan monster-monster
lucu. Atau entahlah, saya agak sulit membedakan itu. Gadis yang beralamat Sidoarjo
ini, belakangan saya ketahui, juga memiliki minat di dunia vlog (Video
blog). Yang saya sesalkan, baru di hari terakhir kegiatan KKN, saya bisa
beradu peran Vlog dengannya. Padahal jika saja lebih awal kami bisa
memainkan itu (vlog), tentu banyak hal yang bisa kami rekam. Namun ya
sudahlah. Mungkin ini memang sudah menjadi takdir-Nya. Oh ya, mohon maaf ya Cis
jika selama ini saya membikin jengkel. Percayalah itu sengaja wkwk. Dan terima
kasih atas satu bulan yang sangat berbekas. (Catatan: saya selalu siap,
kapanpun, untuk ditraktir es krim). Jangan lupa skripsi!
Binti
Khusniatul Khuluqiyah
Meski
namanya tertera seperti di atas, nyatanya kami semua tak sekalipun memanggil
sesuai nama aslinya itu. Kebanyakan memanggilnya budhe. Saya tidak tahu
musababnya. Namun tahu-tahu sudah begitu haha. Di kelompok kami, ia kerap
menjadi alarm terhadap teman-teman. Apapun program yang kami bikin, ketika ada
budhe, kami selalu diingatkan. Dan di saat itu pula, kami selalu belagak agak
lupa hahaha.
Meski
ia cenderung kecil, namun jangan salah. Titel sarjana telah berhasil ia capai
dalam waktu tujuh semester saja. Selain itu, sosok kelahiran Nganjuk ini piawai
soal memasak. Kadang saya sering menjumpainya di dapur dan tengah memasak
sesuatu. Oh ya, ia juga menjadi orang yang kerap saya bully. Terus
terang, entah mengapa saya tertarik melihat reaksi dari orang yang saya jahili.
Salah satunya ya bedhe ini. Wkwk peace dhe! Ia juga sering aktif kala
forum di kelompok kami berlangsung.
Ketika
meneladani budhe, hal yang paling mungkin saya selipkan ialah soal ketekunan
dan rajin. Dia memiliki kedua hal itu, yang mungkin saja, yang mengantarkannya
sebagai mahasiswa yang lulus duluan. Saya belajar banyak darinya, dan
senantiasa berharap agar bisa bersikap seperti tadi. Sebab saya tahu, memang
lebih sering saya bersikap kebalikan: malas, dan masa bodo. Oh mumpung ingat.
Budhe, saya minta maaf ya! Karena lebih sering mengacau harimu yang telah
terjadwal itu hehe. Terima kasih atas pembelajaran yang berkesan. Sukses
selalu!
Binti
Yulia Rahma
Jika
ada yang bertanya, siapa yang pendiam di kelompok KKN kami? Maka saya tidak
akan ragu untuk menunjuk sosok ini. Tapi jangan salah, meski ia pendiam, ia
juga menjadi salah satu mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab UINSA. Artinya,
setidaknya ia mampu berbicara bahasa Arab. Dan itu yang jarang dimiliki oleh
orang-orang di dunia ini. Kami semua biasa memanggilnya Mbak Binti. Diambil
dari nama depannya.
Mbak
Binti kadang membikin gemas beberapa orang di kelompok. Cara bergaulnya yang
kalem dan cenderung diam itu pemicunya. Namun, dengan karakter khasnya itu, ia
menjadi warna tersendiri di dalam kelompok. Setidaknya ia menjadi salah satu
warna yang memicu lahirnya pelangi KKN 08 Kedungjati 2016. Tanpa sikap unik, tentu
perjalanan selama KKN akan sangat kurang berkesan dan hambar. Secara eksplisit
saya belajar mengelola sikap darinya. Yakni sikap untuk diam manakala dunia ini
terlalu riuh oleh suara-suara. Bukankah diam itu emas?
Sebagai
penutup kesan kali ini, mungkin saya mau menyarankan Mbak Binti. Cobalah untuk
berani mengungkapkan pendapat. Meski salah, itu tak apa ketika sudah bisa
mengemukakan pendapat. Setidaknya, kalaupun salah, akan mudah untuk segera
dievaluasi, bukan? Hehe. Namun lebih jauh, saya cukup terkesan dengan Mbak
Binti. Ia menjadi unsur terpenting kelompok kami. Oh ya, hampir lupa. Mbak saya
mohon maaf ya jika ada salah. Terima kasih telah berkenan menjadi kawan selama
KKN berlangsung. Semoga jalinan silaturrahim kita semua terus tersambung. Aamiin!
Untuk
Semua
Terima
kasih telah sudi membaca uraian ini. Terima kasih juga telah mau berteman
dengan saya selama berproses bersama. Semoga dengan hadirnya catatan ini, bisa
mengingat kembali kebaikan-kebaikan yang telah kalian semua lakukan untuk saya.
Rasanya kata sekalipun akan sangat kurang jika harus menuliskan momen bersama
kalian secara utuh. Makanya saya bikin yang seperti ini. Anggap saja ini adalah
cara saya untuk tetap terhubung dengan kalian. Meski tanpa tatap muka, tapi
kalian senantiasa di hati. Menjadi simpul rapi yang selalu saya kenang dan akan
saya ceritakan pada anak cucu saya kelak. Sekali lagi terima kasih. See
you on top! Guys. Cheers.
Ditulis
dengan rasa bangga
Surabaya,
12 April 2017
Ahmad
Farid
6 comments
Setiap kata yg kau rangkai menjadi tulisan ini membuatqu semakin Takjub dg bakat yg kau miliki. Terima kasih atas kesan yg kau berikan. Sukses selalu utkmu Farid. Satu d antara teman2 lki lainnya yg slalu bersedia q repotkan utk mengantarku kesana kemari wkwkwkwk. Segera jemput gelar Sarjananya yaa....
BalasHapushehehehe....
Wah, terima kasih Bu Intel. Sukses selalu juga ya :)
HapusBahagia punya teman kelompok KKN yang semangat nulisnya seakan tak pernah padam meskipun sy tau godaan godaan nya luar biasa. Haha. Lanjutkan dan lahirkan karya karya mu mas haikal. Semangat menulismu memotivasii saya. Trimakasiiiiiih. Wkwk
BalasHapusWaah saya juga bahagia sekali punya teman kaya sampean hahai. Sukses selalu ya mbak. Semangat menulis :)
Hapuskak disana signalnya sulit apa engga?
BalasHapuskak disana signalnya sulit apa engga?
BalasHapus