Mendorong Ospek yang Kreatif

Oktober 11, 2015


Sumber: duta.co
Oleh: Ahmad Farid*)

Membaca tulisan dari Ika Tusiana, Ospek Bukan Perpeloncoan, Bung!,(Duta.co, 3/9/2015) membuat batin berdebar. Ulasan itu seakan menggambarkan bahwa Ospek cenderung seperti sebuah momok krusial bagi mahasiswa baru yang sedianya akan menapaki jenjang perkuliahan. Kekhawatiran yang ditulis Ika itu, rasanya bukanlah sesuatu yang berlebihan. Pasalnya, banyak terjadi penyelewengan dalam menjalankan kegiatan tersebut. Mirisnya, kegiatan yang sudah menjadi tradisi itu terkesan melenceng jauh dengan tujuan diadakannya agenda tahunan itu—mengedukasi dan mengenalkan mahasiswa baru ke dalam dunia perkuliahan.

Dalam berbagai kesempatan, isu Ospek selalu menjadi perbicangan hangat yang selalu dibahas beragam kalangan. Tak peduli dari tingkat (mohon maaf) non-edukatif hingga para akademisi yang kepakarannya sudah tak perlu ditanyakan lagi. Namun, dalam perjalanannya itu, isu tersebut kerap menjadi bumbu sesaat saja. Kurang ada langkah serius dalam menyikapi kegiatan itu. Atau setidaknya memberikan kemasan bahwa kegiatan itu bisa dilakukan dengan cara lain—dengan tidak melakukan perpeloncoan.

Ditambah lagi, para birokrat kampus yang cenderung masih melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus tersebut. Akibatnya para senior—yang notabene panitia—menjadi liar tanpa batas. Sehingga, tak jarang kita lihat dalam kegiatan Ospek banyak didapati korban—baik korban mental hingga yang terparah korban jiwa. Selain itu, kegiatan Ospek cenderung mengarah kepada kegiatan yang disorientasi. Hal itu terlihat dari beberapa atribut Ospek dengan sejalan (tidak ada kaitannya) dengan lingkungan universitas. Mahasiswa dibuat menjadi “badut dadakan”. Alih-alih menjadi disiplin, keharusan memakai atribut tertentu justru membuat mahasiswa menjadi terbebani. Penulis, misalnya, pernah harus sampai berhutang agar bisa mendapatkan atribut yang dibutuhkan saat Ospek. Ironisnya, atribut yang didapat dari “perjuangan” itu hanya terpakai saat ospek berlangsung saja. Selebihnya, hanya menjadi rongsokan yang tak terpakai.

Sejalan dengan itu, agaknya perlu dilakukan langkah yang komprehensif sekaligus kreatif. Hal itu, penulis yakini akan membuat ospek menjadi terasa nyaman bagi mahasiswa baru. Dan cenderung membuat mahasiswa baru lebih mudah menyerap nilai-nilai dari diakannya Ospek. Pendekatan yang tidak dilakukan dengan cara mem-bully­ dan “menghakimi” mahasiswa baru, cenderung lebih bisa diterima.
Bratadharma (2013) mengatakan, pada dasarnya ospek merupakan pintu ilmu bagi mahasiswa. Pintu itu akan dibuka dan dicermati atau dipelajari secara seksama oleh mahasiswa baru untuk memperdalam ilmunya. Bila pintunya saja sudah buruk, maka pola pikirnya bisa juga terus menduga bahwa di dalam pintu akan sama buruknya.

Mahasiswa baru sejatinya masihlah polos. Belum mengerti betul seluk-beluk dunia perkuliahan. Jika diibaratkan, mahasiswa baru seperti kertas putih. Kertas yang masih tanpa coretan apapun. Sehingga, dengan dilakukannya pengenalan terhadap dunia perkuliahan (Ospek) harusnya bisa memberikan goresan yang menarik pada kertas itu. Agar mahasiswa lebih giat lagi untuk menggoreskan prestasi di kertas itu. Bukan, justru membuatnya takut untuk memberikan goresan selanjutnya.

Ospek Kreatif

Cara-cara bullying sudah terbukti tidak efektif. Hal itu bisa terlihat dari pengalaman terdahulu. Sejak dahulu, kegiatan bullying justru membuat mahasiswa memiliki mental pendendam. Bringas. Bahkan di sisi lain mental bullying itu terbawa ketika mereka sudah lulus dan hidup di masyarakat. Akibatnya, banyak dijumpai ketimpangan di masyarakat. Lebih lanjut, kegiatan Ospek yang kreatif harus senantiasa digemakan. Diperkenalkan di seluruh penjuru negeri. Agar, kegiatan yang tidak sesuai dengan orientasi Ospek bisa dihilangkan.

Agaknya, hal itu (Ospek kreatif) sudah diterapkan oleh beberapa mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Pada waktu OSCAAR (Orientasi Cinta Akademik dan Almamater) sejenis Ospek, mahasiswa dari Fakultas Syariah menjaankan peradilan semu. Peradilan semu itu dilakukan untuk menghukum mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan Oscaar di tingkat fakultas tersebut. Mahasiswa didakwa laiknya seorang tersangka yang tidak taat kepada koridor hukum suatu daerah tersebut. Dalam hal ini, fakultas Syariah. Pengenalan mahasiswa fakultas Syariah, yang notabene berafiliasi terhadap hukum, kepada peradilan semu terlihat begitu tepat. Hal itu, penulis yakini dapat menambah wawasan mahasiswa fakultas syariah yang nantinya terjun langsung di dunia hukum.

Lain lagi dengan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Di fakultas para calon interpreneur itu, mahasiswa baru diwajibkan untuk menjualkan barang dagangannya yang berada di stand bazar. Beberapa barang dagangan yang berupa makanan dan aneka pakaian itu dijajakan ke seluruh penjuru kampus UINSA. Kewajiban untuk menjual beberapa dagangannya itu secara tidak langsung melatih jiwa interpreneur mahasiswa FEBI. Tentu saja, dengan pengenalan seperti itu mahasiswa FEBI lebih merasa mengenali tantangan dari jurusan mereka. Sehingga para mahasiswa tidak kaget saat harus terjun langsung dalam lingkungan masyarakat umum.

Dua contoh yang penulis uraikan tadi, agaknya menjadi pelajaran bagi segenap civitas akademika lainnya. Dengan Ospek yang berafiliasi kepada hal-hal yang positif, mahasiswa akan semakin mudah mengenali kampus dan almamaternya. Bukan dengan mental bulling atau perpeloncoan. Sebab, dengan mental itu mahasiswa bukan menjadi semakin baik, justru menjadi mahasiwa yang bermental pendendam; anarkis. Akhirnya, diperlukan beberapa upaya dari beberapa pihak untuk menjadikan Ospek sebagai kegiatan yang menarik, menyenangkan sekaligus mengedukasi. Sebab dengan kegiatan Ospek yang kreatif, akan melahirkan generasi penerus bangsa yang kreatif pula. Generasi bangsa yang bermental juara. Semoga. (*)

*Penulis adalah Akademisi Sastra & Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Disclaimer

Laman blog yang tengah Anda kunjungi ini memuat berbagai pemikiran, pandangan, pengalaman, bahkan perasaan pribadi dari penulis. Segala tindakan tersebut jika dirasa bermasalah disarankan agar dapat diselesaikan secara musyawarah kepada yang bersangkutan.

Flickr Images