Selamatkan Persibo!

Juni 09, 2015



Sumber: Google

Sejarah membuktikan Persibo (Persatuan Sepak Bola Indonesia Bojonegoro) telah mampu menjadi salah satu klub sepak bola di Indonesia yang—seharusnya—layak diperhitungkan. Mengawali debut pertama di kejuaraan Copa Indonesia (Sekarang Piala Indonesia) persibo berhasil menumbangkan klub-klub papan atas. Tak tanggung-tanggung klub sekelas Arema Indonesia, Persik Kediri dan Pelita Jaya dibuatnya bertekuk lutut. Tak heran kala itu media menamainya sebagai (Giant Killer). Bukan hanya itu saja, di tahun 2010 misalnya, setelah mengalahkan Deltras Sioarjo, Persibo berhak mengangkat trofi piala Divisi Utama Liga Joss Indonesia. Penggila bola di Bojonegoro—atau biasa disebut Boromania—pun  bersorak.
Namun sepertinya zaman telah berubah total. Kini tak ada lagi sorak sorai yang membahana di Stadion Letjend Sudirman. Jangankan untuk bersorak di stadion, menyebut nama persibo pun sekarang jarang. Padahal, dulu sewaktu penulis aktif di kegiatan sepakbola, anak kecil hingga kawula yang, maaf, sudah udzur pun kerap menyebut klub berkostum oranye hitam tersebut. Di pasar, sekolah, hingga warung kopi, topik persepakbolaan tak henti-hentinya berkumandang. Apalagi pasca kemenangan 1:0 dengan klub Semen Padang. Segala atribut dari jersey hingga kaos kaki laris terjual.
Lantas apa yang membuat Persibo kembali ‘tertidur’? Tak ada jawaban pasti yang bisa menjawabnya secara detail. Semua pihak seperti saling melempar tanggung jawab. Baik pemerintah, manajemen maupun instansi terkait terkesan belum mempunyai jawaban yang memuaskan. Akibatnya kefakuman lah yang terjadi. Stadion yang seharusnya terisi penuh sesak oleh kerumunan boromania kini sepi tanpa penonton. Hanya tampak beberapa orang yang terlihat sibuk berduaan dan memadu kasih, atau sekadar melepas penat di sana. Tempat yang sepatutnya menjadi lahan untuk mengasah keahlian dalam mengolah si kulit bundar tampak menganga begitu saja.
Jika dibiarkan terus menerus rasa memiliki persibo lambat laut akan terkikis. Bahkan yang lebih ‘mengerikan’—semoga saja tidak—anak cucu kita bisa saja asing dengan nama persibo. Sulit dipercaya sebenarnya, apalagi di tengah masyarakat yang haus akan sportifitas sepak bola justru peran untuk menyelamatkan sepak bola di Bojonegoro tak kunjung tampak. Yang baru, justru nama Persibo 1949, dibentuk. Dalam opini penulis, penulis sama sekali tidak mempermasalahkan hal ini. Tetapi rasanya belum bijak jika harus mementingkan klub yang baru dibentuk sedangkan klub yang telah terbukti mengharumkan kabupaten yang tekenal dengan Ledre-nya ini di kancah nasional justru terpuruk. Berkaca dari sejarah seharusnya pihak-pihak terkait bisa lebih dominan untuk menyelamatkan persibo dari kefakuman tidur panjangnya. Sebab, dengan menyelamatkan persibo selain bisa menyelamatkan gairah persepakbolaan kita juga bisa menghidupkan kembali pihak-pihak yang sangat bergantung pada setiap laga persibo, seperti halnya tukang parkir di stadion, penjual lumpia hingga penjual kaos. Namun sepertinya para pihak-pihak masih enggan untuk ‘serius’ membantu menghidupkan persibo.
Kenyataan bahwa Bojonegoro adalah salah satu lumbung energi di Indonesia juga tak memberikan dampak apa pun. Meski banyak pihak yang menilai dengan berlimpahnya minyak di Bojonegoro semestinya bisa membantu menghidupkan finansial persibo. Namun kenyataanya untuk sekadar membuat stadion penuh sesak pun masih sulit. Jangankan sejauh itu, kepastian persibo akan bangkit lagi pun masih samar. Tentu saja hal itu membuat sebagian orang, khususnya boromania, gusar.
Sementara itu, di sisi lain Menpora tengah melakukan reformasi menyeluruh bagi persepakbolaan Indonesia. Dibentuknya tim transisi menjadi penanda bahwa reformasi tersebut bukanlah isapan jempol belaka. Ditambah dengan tidak diberikannya rekomendasi untuk menggelar laga membuat istilah reformasi sebagai kata yang tidak bisa dipandang main-main. Seharusnya ini menjadi momentum kebangkitan persepakbolaan di Bojonegoro. Dengan semangat baru yang digelorakan Menpora, harusnya membuat Pemerintah Bojonegoro bisa memanfaatkan momentum ini. Atau setidak-tidaknya pemerintah bisa membentuk tim transisi layaknya yang dicontohkan menpora. Ini dimaksudkan agar status persibo menuai kejelasan. Sehingga bisa membuat persibo berpeluang mengarungi musim dengan pertandingan. Bukan hanya fakum dan tertidur.
Contohlah Ridwan Kamil, walikota Bandung yang joga menggilai bola tersebut cukup total dalam membantu permasalahan di persib. Sehingga kita bisa melihat, persib, selain bisa mengangkat trofi di laga tertinggi di indonesia itu, juga bisa mengelola keuangan dengan baik. Investor tak henti-hentinya menanamkan modalnya. Hal ini bisa dicapai karena pemerintah di sana benar-benar serius untuk menangani sepak bola. Penulis mengistilahkan hal tersebut sebagai orang yang memang gila bola. Tidak hanya mengaku-ngaku mencintai bola, namun kurang memberikan tindakan yang nyata di dunia persepakbolaan. Kasus persib telah memberikan contoh yang cukup bagi kita untuk segera berbenah. Dengan pembenahan yang benar-benar serius dan masif bukan hal yang mustahil bisa membuat stadion kembali ramai lagi. Tentu ramai oleh sorak sorai supporter persibo, Boromania. Bukan oleh sekelompok orang yang sibuk berpacaran atau sekadar jalan-jalan.
Bukan tidak mungkin kita akan mendapati persibo tertidur lebih lama lagi jika segenap pihak masih berdiam diri dan saling lempar tanggung jawab. Tentu hal itu sangat tidak diharapkan. Mengingat fanatisme dari pecinta sepak bola di Bojonegoro yang menjamur setiap waktu. Meskipun langkah tersebut belum sepenuhnya membuat persibo bangkit lagi. Namun setidaknya kita telah berjuang dan melihat langkah nyata untuk membangkitkan kejayaan persibo. Dan di akhir tulisan ini izinkan penulis mengucapkan sesuatu,”Pak Bupati kami rindu persibo. Kami rindu saat bernyanyi bareng di stadion.” Semoga Pak Bupati berkenan mendengarkan.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Disclaimer

Laman blog yang tengah Anda kunjungi ini memuat berbagai pemikiran, pandangan, pengalaman, bahkan perasaan pribadi dari penulis. Segala tindakan tersebut jika dirasa bermasalah disarankan agar dapat diselesaikan secara musyawarah kepada yang bersangkutan.

Flickr Images